Sepak bola Indonesia,
1.000 Hari setelah Tragedi Kanjuruhan Malang, Dian masih Trauma dan Kehilangan Ingatan Jangka Pendek - Halaman all - Tribunjatim


Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Rifky Edgar
TRIBUNJATIM.COM, MALANG - 1.000 hari telah berlalu sejak Tragedi Kanjuruhan yang mengguncang dunia persepakbolaan Indonesia dan dunia pada 1 Oktober 2022 silam, Kamis (26/6/2025).
Namun bagi Dian Puspita, salah satu penyintas yang selamat dari peristiwa itu, waktu 1.000 hari belum cukup untuk menyembuhkan lukanya.
Hingga kini, ia masih bergelut dengan trauma berat dan kehilangan ingatan jangka pendek.
Dalam kunjungan ke rumahnya di kawasan Plaosan Timur Kota Malang, Selasa (24/6/2025), Dian tampak tenang saat Tribun Jatim Network datang.
Ini merupakan yang kedua kalinya bagi Tribun Jatim Network mendatangi rumah Dian setelah setahun yang lalu.
Saat itu, ibu Dian yang bernama Karyati menyampaikan, anak pertamanya itu masih trauma dengan keramaian, serta masih kehilangan ingatan jangka pendek.
Hal yang sama ternyata masih dialami perempuan berusia 23 tahun itu sampai saat ini.
Hanya saja, kini Dian sudah mulai memberanikan diri untuk keluar rumah, meskipun harus ditemani oleh keluarga atau kerabat terdekatnya.
"Saat ini yang kami lakukan ialah mengembalikan kepercayaan dirinya," kata Karyati, ibu Dian kepada Tribun Jatim Network.
Baca juga: Seribu Hari Tragedi Kanjuruhan, Presidium Aremania akan Lakukan Doa Bersama Tim Arema FC
"Saya hanya bisa memberikan motivasi kepadanya," tambahnya.
Karyati mengatakan, saat ini emosi Dian masih belum stabil.
Kadang ia kerap marah sendiri dan masih enggan untuk bertemu dengan orang yang belum ia kenal.
Ingatan jangka pendeknya juga belum pulih sampai saat ini.
"Tiap pagi sekarang membantu jualan bubur di rumah," ujar Karyati.
"Lalu siangnya ketika ditanya tadi pagi ngapain saja itu dia lupa," tambahnya.
"Justru kejadian yang kemarin dia kadang masih ingat," ujarnya.
Dian merupakan satu dari ratusan korban luka dalam tragedi usai laga Arema FC vs Persebaya itu.
Ia terjebak dalam kepanikan massal saat gas air mata ditembakkan ke arah tribun.
"Dian ini berangkat dengan lima orang temannya," ujarnya.
"Katanya sebelum pertandingan berakhir, Dian sudah mau keluar stadion," tambahnya.
"Tapi ketika sudah berada di pintu, katanya tidak bisa keluar dan saling berdesakan antarpenonton lalu terpisah dari teman-temannya," ungkapnya.
Akibat peristiwa itu, Dian mengalami patah kaki dengan mata berwarna merah saat ditemukan ibunya di rumah sakit Wava Husada Kepanjen Malang.
Karena kondisinya yang cukup kritis, Dian dilarikan ke RSSA Malang karena mengalami koma selama tujuh hari.
Dian harus dirawat selama 25 hari sebelum akhirnya menjalani rawat jalan di rumah.
"Hampir sebulan dirawat di RSSA, kemudian pulang dan sempat dirawat juga di rumah sakit milik polisi di daerah Batu," ucapnya.
Meski telah menerima perawatan medis, dampak psikologis tragedi itu masih membekas.
Hingga kini, ia belum menjalani terapi trauma secara intensif.
Ketakutan akan keramaian, enggan bertemu dengan orang yang baru kenal, hingga hilang ingatan jangka pendek masih dirasakan Dian.
Keluarga berharap ada pendampingan dari pihak terkait agar Dian bisa kembali menjalani hidup secara normal.
"Saya ingin sembuh," kata Dian sambil tersenyum malu.
Meski belum sembuh total, Dian masih ingin melihat Arema FC berlaga di Stadion Kanjuruhan Malang.
"Ingin lihat Arema lagi, tapi harus ditemani bapak dan ibu," katanya.
Tragedi Kanjuruhan tercatat sebagai salah satu bencana stadion paling mematikan di dunia, dengan ratusan nyawa melayang dan ratusan lainnya terluka.
Peringatan 1.000 hari tragedi ini akan menjadi momen refleksi dan pengingat bahwa pemulihan korban masih jauh dari tuntas.
Sejumlah komunitas suporter dan keluarga korban mendesak pemerintah agar lebih serius memperhatikan keluarga korban dan para penyintas yang mengalami trauma berkepanjangan.
Rencananya, pada Kamis (26/6/2025) malam akan ada doa bersama di Stadion Kanjuruhan untuk memperingati Seribu Hari Tragedi Kanjuruhan.
0 Komentar