Pro Kontra Tribun Berdiri dan Tribun Duduk, Aman yang Mana?
M Bimo pada 2020-07-02 jam 12:00 PM
Gantigol/Ilham Dito
Tribun menjadi tempat berkumpul sekelompok orang dengan tujuan yang sama, yakni mendukung klub kesayangannya. Dari sinilah suporter saling bertemu, saling menguatkan dan saling menjalin persahabatan meski harus uyel-uyelan di tribun. Bagi suporter, tak ada tempat yang nyaman selain di tribun.
Awalnya orang-orang menyaksikan pertandingan sepak bola sambil berdiri. Saat itu ketika sepak bola masih menjadi olahraga baru populer kemarin sore, para pemain hanya menendang bola di sembarang tempat terbuka. Entah itu taman umum atau tanah pribadi yang dijadikan lapangan.
Di sana, belum ada stadion apalagi tribun penonton. Hal ini membuat orang yang lewat mau tak mau harus menyaksikan pertandingan dengan cara berdiri di tepi lapangan selama satu setengah jam. Seiring berjalannya waktu, sepak bola semakin populer. Tepi lapangan jadi lebih ramai oleh pasang mata yang menonton pertandingan.

Untuk membuat penonton nyaman, akhirnya dibuatlah stadion. Pada awalnya, stadion hanya lapangan yang dikelilingi oleh tribun saja. Tribun yang didirikan pun bukan tribun dengan tempat duduk seperti yang dibuat di banyak stadion Inggris pada zaman sekarang. Pada awal kemunculannya, tribun berdiri lah yang dijadikan tempat para penonton dan suporter berkumpul. Tribun duduk hanya untuk orang-orang penting atau tamu VIP saja. Atau untuk kamu yang kelebihan duit cuma sekadar untuk beli tiket agar bisa menonton pertandingan sambil duduk.
Salah satu alasan paling penting kenapa kebanyakan stadion mendirikan tribun berdiri adalah karena biaya pembangunannya yang murah. Pondasi bangunannya pun hanya dibuat dari sampah-sampah bangunan serta besi yang dibuat padat untuk menopang tribun yang lantainya dibuat dari kayu.
Sayangnya, struktur tribun seperti ini sempat menjadi polemik usai insiden di Stadion Ibrox pada 1902. Setidaknya ada 25 orang meninggal dunia dan ratusan luka-luka akibat insiden di salah satu tribun stadion yang runtuh. Kejadian ini diakibatkan pondasi tribun yang kurang kokoh serta kayu yang dipakai bukan kayu yang kuat untuk menopang banyak orang yang berdiri di atasnya.
Archibald Leitch, sang arsitek Stadion Ibrox akhirnya mengganti seluruh pondasi tribun dengan menggunakan beton. Juga dengan tiang-tiang penyangga yang dibuat dari beton dan logam untuk membuat tribun tidak mudah roboh.
Pada awal kepopulerannya, sepak bola ditonton oleh para kelas pekerja yang butuh hiburan. Mereka sekadar ingin menonton sepak bola sebagai hiburan dengan harapan bisa masuk stadion dengan membayar harga tiket yang murah. Ini lah yang melandasi klub dan pengelola stadion untuk memangkas biaya operasional seminimal mungkin. Salah satunya adalah dengan membuat tribun berdiri yang dibangun dengan biaya murah meriah.
Usai kejadian Ibrox, tribun berdiri selalu dipandang sebagai tempat yang paling tidak aman untuk menyaksikan sepak bola. Faktornya adalah karena di tribun berdiri ini tidak memiliki kapasitas yang pasti. Penonton bebas masuk selama masih bisa dijejalkan di sana. Hal ini menyebabkan orang jadi sulit bergerak dalam keadaan tribun yang penuh sesak.
Tapi bagi para suporter, tribun berdiri adalah sebenar-benarnya tribun. Suporter memang punya filosofi masing-masing dalam mendukung. Namun meneriakkan chant sambil berdiri di tribun, merupakan suatu kehormatan bagi mereka untuk bisa ikut merasakan perjuangan para pemain yang berlari di lapangan.
Perkembangan tribun juga ikut terpengaruh karena aksi hooliganisme yang marak terjadi pada 1970an. Beberapa kelompok suporter mulai melakukan klaim terhadap suatu sudut di tribun stadion. Hal ini seringkali terjadi baku hantam perebutan wilayah tribun yang dilakukan oleh suporter dari klub yang sama.
Sebagai konsekuensinya, peraturan dibuat untuk memisahkan daerah-daerah tribun dalam stadion demi alasan keamanan. Pemisahan ini dilakukan dengan cara membangun pagar tinggi yang tak bisa dilewati oleh orang dengan mudah. Namun lagi-lagi, pemisahan seperti ini malah menjadi penyebab utama bencana terburuk yang pernah terjadi dalam sejarah sepak bola Inggris, yakni tragedi Hillsborough.
Singkatnya, insiden ini terjadi pada 15 April 1989. Saat itu, Liverpool bermain menghadapi Nottingham Forest pada semifinal FA Cup. Stadion Hillsborough, kandang Sheffield Wednesday, dipilih sebagai tempat netral untuk menyelenggarakan laga tersebut. Saat itu, stadion ini telah memakai pagar-pagar yang memisahkan antar sektor di tribun. Pembatas ini lah yang membuat puluhan ribu suporter Liverpool yang membeludak di tribun tidak bisa bergerak dengan bebas.
Kebanyakan dari mereka tergencet, tidak bisa bergerak dan mau keluar dari tribun pun sulit karena pergerakan mereka terbatasi. Setidaknya ada 96 suporter Liverpool yang tewas dan 750 lainnya mengalami luka-luka akibat insiden tersebut.
Insiden ini lah yang kemudian menjadi evaluasi faktor keselamatan penonton di tribun, utamanya tribun berdiri, kembali dibahas. Komisaris Peter Taylor, salah satu polisi yang menangani insiden Hillsborough, menyatakan kalau tribun berdiri ini bukannya tidak aman. Namun ia merasa, kalau tribun stadion di Inggris sudah seharusnya beralih ke tribun duduk. Semua penonton, termasuk suporter, harus diberi kursi daripada menyaksikan pertandingan sambil berdiri.
Taylor juga menyarankan beberapa sarana keselamatan penonton di stadion, seperti pintu keluar masuk, pintu darurat dan lain sebagainya. Dia juga meminta agar federasi sepak bola Inggris untuk mengurangi dan memantau peredaran alkohol di stadion.

Meski Taylor mengungkapkan tribun berdiri tak selalu tidak aman, namun faktanya pemerintah Inggris mulai melarang keberadaan tribun berdiri pada 1994. Mereka tidak mengizinkan dan mewajibkan seluruh stadion di Inggris untuk dipasangi kursi pada tribunnya. Pemerintah juga mengimbau kepada klub dan pemilik stadion untuk tidak usah ragu jikalau harus menaikkan harga tiket. Sepak bola adalah olahraga dan tontonan yang sangat populer. Orang dari segala akar kelas pekerja, usia dan posisi sosial pasti akan melakukan berbagai cara untuk bisa membeli tiket dan menyaksikan sebuah pertandingan.
Setelah laporan dan rekomendasi Taylor sukses mengubah wajah tribun stadion seluruh Inggris, membuat tribun-tribun berdiri dengan nama dan sejarah yang populer harus tergusur. Sebut saja North Bank di Highbury, Holte End di Villa Park dan Spion Kop yang jadi nama tribun berdiri milik suporter Liverpool.
Bahkan beberapa stadion juga ada yang memilih untuk menutup bisnis mereka. Sebab, untuk memenuhi renovasi ulang seperti apa yang Taylor rekomendasikan memerlukan banyak biaya. Bahkan beberapa sumber menyebutkan, renovasi tribun berkursi ini memerlukan jumlah biaya lebih besar ketimbang membangun stadion baru. Mereka tidak bisa melakukan itu dan memilih untuk menutup layanan stadion.
Meski pemerintah Inggris mulai mewajibkan stadion memakai tribun berkursi pada 1994, faktanya banyak suporter saat itu yang membandel. Mereka masih saja sering berdiri di kursi-kursi tersebut. Suporter yang biasa menonton pertandingan dengan berdiri merasa tidak nyaman ketika harus duduk selama hampir dua jam di stadion.
Hampir semua suporter pasti menaiki kursi ketika perayaan gol. Atau juga ketika tim sedang menghasilkan suatu peluang yang nyaris jadi gol. Geregetan rasanya kalau gak berdiri. Aksi ini yang membuat banyak kursi di tribun rusak karena ulah suporter.
Bahkan pada 2016, ada kejadian menarik ketika suporter Burnley ditangkap dan diusir keluar stadion oleh petugas keamanan lapangan karena berdiri di tribun. Ia juga mendapat perlakuan tak menyenangkan ketika diinterogasi petugas keamanan. Bagai suporter yang baru saja melakukan kejahatan berat.
Satu setengah dekade terlalui sejak larangan tribun berdiri, tapi nyatanya tribun duduk tetap saja tak membuat suporter Inggris merasa nyaman. Pada 2010, isu-isu untuk mengadakan kembali tribun berdiri mulai bergejolak. Suporter melakukan permintaan itu dengan membentangkan spanduk di tribun. Spanduk itu berisikan tuntutan kepada federasi dan juga klub untuk kembali mengesahkan tribun berdiri di stadion.
Media setempat mulai menyebar survei-survei kepada suporter. Hasilnya, 9 dari 10 suporter menginginkan tribun berdiri dikembalikan. Salah satu alasan yang mencuat adalah karena tiket tribun duduk yang dicap semakin hari harganya semakin mahal. Dengan tribun berdiri, mereka berharap ada pemangkasan harga tiket, meski tentu saja tanpa mengesampingkan faktor keselamatan.
Sejak 2011 hingga 2019, Otoritas Keselamatan Area Olahraga Inggris (SGSA) melakukan penelitian soal faktor keamanan tribun safe standing. Tribun ini diklaim menjadi solusi bagi suporter yang menginginkan tribun berdiri namun dengan sistem yang lebih aman. Safe standing berbentuk rel dari besi setinggi pinggang orang dewasa. Pada rel ini nantinya ada kursi yang bisa dilipat dan dikunci.
Pada safe standing ini, suporter bisa memilih mau berdiri atau duduk. Ketika mereka memilih berdiri, maka rel setinggi pinggang tadi berguna untuk menopang tubuh suporter agar tidak terjatuh dari tribun tempat ia berdiri. Sementara ketika mau duduk, suporter tinggal membuka kunci kursi lipat yang ada di rel tersebut dan menduduki kursinya.

Tribun safe standing ini sudah diterapkan di beberapa negara seperti Skotlandia dan Jerman. Secara mengejutkan, Skotlandia yang berada dekat dengan Inggris ini telah melegalisasi safe standing terlebih dahulu. Beberapa stadion milik klub Liga Skotlandia seperti Celtic Park sudah menyediakan safe standing bagi suporter yang ingin menonton pertandingan dengan berdiri.
Selain itu, Signal Iduna Park di Jerman mungkin jadi stadion yang memiliki kapasitas safe standing paling banyak. Sebab, suporter Borussia Dortmund telah menolak untuk menonton di tribun duduk. Untuk itu, pihak stadion menyediakan tribun safe standing berkapasitas 25 ribu di tribun selatan Westfalenstadion untuk suporter Dortmund.
Pada 2020, SGSA memberikan hasil laporan sementara terkait penelitiannya soal tribun safe standing. Pada laporan itu SGSA menyatakan kalau tribun safe standing memiliki dampak positif bagi keselamatan penonton, terutama dalam mengurangi risiko membeludaknya massa di dalam tribun.
Sebab, pada kursi lipat tribun safe standing tetap diberikan nomor kursi sesuai peraturan yang dibuat UEFA. Nomor kursi ini membuat satu kursi pada safe standing, hanya bisa diduduki oleh satu orang saja. Hal ini sangat membantu mengurangi risiko terjadinya kelebihan penonton di tribun itu sendiri. Sebab, kapasitasnya memang sudah dijatah.
Namun hingga kini, penggunaan tribun safe standing di stadion Inggris masih terus menunggu kabar lanjutan. Soal legalitasnya pun masih belum menemui titik terang. Penelitian dan pengamatan yang memakan waktu hampir satu dekade pun rasanya belum membuat SGSA yakin bisa menerapkannya di Inggris.
Jikalau memang kangen nonton sepak bola sambil berdiri, suporter Inggris bisa coba menonton Liga Indonesia di stadion. Semua tribunnya cor-coran, tak ada kursi dan tentu saja bebas kalau mau nonton pertandingan sambil berdiri. Kamu malah dicemooh kalau menonton sambil duduk. Aturan ini berlaku di beberapa tribun stadion yang dihuni tim dengan suporter garis keras. Nggak percaya? Coba saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar