Praktisi: LADI Seharusnya Independen dan di Bawah Kemenkes By BeritaSatu

 

Praktisi: LADI Seharusnya Independen dan di Bawah Kemenkes

By
BeritaSatu.com
beritasatu.com
3 min
Acara penyeranhan medali dan trofi Piala Thomas ke tim Indonesia dengan latar belakang bendera PBSI di Ceres Arena, Aarhus, Denmark, Minggu, 17 Oktober 2021.
Acara penyeranhan medali dan trofi Piala Thomas ke tim Indonesia dengan latar belakang bendera PBSI di Ceres Arena, Aarhus, Denmark, Minggu, 17 Oktober 2021.

Jakarta, Beritasatu.com - Praktisi olahraga Hifni Hasan menyarankan seharusnya Lembaga Anti-Doping Indonesia (LADI) independen di bawah arahan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), bukan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) agar pendanaan dan tes doping atlet sesuai dengan etika kedokteran yang tidak ada pemalsuan.

"Sebab, persoalan doping adalah fair play untuk setiap atlet agar melakukan kegiatan secara alami dan berkeringat tidak melalui jalan pintas menggunakan simultaneously obat-obat penguat dan membesarkan otot yang dilarang oleh Badan Anti-Doping Dunia (WADA)," tegas dia kepada Beritasatu.com, Senin (18/10/2021).

Menurut Hifni, tidak adanya pengibaran bendera Merah Putih di upacara penghormatan Timnas Bulutangkis Indonesia sebagai pemenang Thomas Cup 2021 karena sebuah sanksi yang melukai penantian 19 tahun masyarakat Indonesia.

BACA JUGA

Sanksi tersebut merupakan buntut dari hukuman WADA kepada Lembaga Anti-Doping Indonesia (LADI) karena tidak mematuhi aturan yang sudah ditetapkan.

"Di Indonesia karena LADI menjadi bagian dari Kemenpora membuat pelaksanaan test doping menjadi lambat karena APBN untuk kemenpora sangat kecil. Seharusnya Kemenpora mencari solusi yang tepat soal pendanaan tes doping bagi atlet Indonesia yang sudah menjadi kewajiban setiap negara mengirimkan tes doping plan (TDP) tahun per tahun yang mana jumlahnya sekurang-kurangnya 700 sampel," urai dia.

"Kewajiban ini sudah lalai sekian tahun, makanya akibat dari pada tidak patuh not compliance ketentuan WADA yang berujung kita tahun 2021 disanksi oleh WADA, tidak boleh mengelar event olahraga di Indonesia dan bendera kebangsaan tidak berkibar," sambungnya.

Beruntung, lanjut Hifni, sanksi yang diberikan WADA masih terbilang ringan. Sebelumnya, ada beberapa negara yang mendapat sanksi berat lantaran tidak mematuhi aturan yang sudah ditetapkan.

"Sanksi yang diberikan WADA masih terbilang ringan. Jika menoleh ke negara Soviet atau Rusia mereka lebih parah yakni tidak boleh menggunakan lambang dan negara untuk berangkat ke Olimpiade. Bahkan, atlet yang akan tampil harus lolos doping dengan supervisi WADA, dan atlet angkat besi Thailand tidak boleh ikut Olimpiade Tokyo," ungkapnya.

BACA JUGA

"Di Indonesia persoalan klasik ini selalu terjadi, karena pemahaman charter IOC dan WADA serta turunan lainnya sangat lemah bagi penggiat olahraga dan pengurus olahraga apalagi pejabat Kemenpora yang urus bidang olahraga prestasi," ujarnya.

Hifni juga berharap semoga ke depan pemilihan ketua LADI dan anggotanya disesuaikan dengan sistem rekruitmen yang ditetapkan WADA dengan pendanaan dari Kemenkes.

"Sekarang atlet menjadi korban karena ketidakbecusan LADI dan Menpora, dianggap atlet kita curang tidak pernah tes doping ada kecurigaan. WADA dan IOC adalah lembaga yang berbeda dan independen tetapi keputusan WADA selalu diikuti oleh IOC dan IF untuk sanksi setiap negara dan setiap IOCO tidak ada korelasi dengan KOI yang akan menambah ruwetnya mata rantai penegakan anti doping di Indonesia," pungkasnya.

Sementara itu, Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Zainudin Amali mengaku tidak menganggap remeh masalah regulasi antidoping dari sanksi yang diberikan World Anti Doping Agency (WADA) atau Badan Antidoping Dunia.

BACA JUGA

Zainudin Amali mengatakan, perihal teguran ketidaktaatan TDP (Tes Doping Plan) sebenarnya sudah diklarifikasi dan mendapatkan respon baik dari WADA. Namun, ternyata tidak hanya itu, ada pending matters dari kepengurusan lama yang juga perlu penyelesaian.

"Saya tidak ada menganggap remeh, ini hal serius. Waktu saya sampaikan beberapa waktu lalu berdasarkan laporan yang saya terima hanya masalah TDP. Jadi setelah kita klarifikasi seharusnya sudah tidak ada masalah lagi," kata Menpora Amali menjawab pertanyaan Beritasatu.com pada konferensi pers virtual, Senin (18/10/2021).

Saksikan live streaming program-program BeritaSatu TV di sini

Sumber: BeritaSatu.com

Baca Juga

Komentar

Informasi Olahraga Terbaru - Google Berita