Skandal Naturalisasi Timnas Malaysia, Pengamat Nilai FIFA Harusnya Beri Sanksi Lebih Berat - Kompas
Sepak bola Internasional,
Skandal Naturalisasi Timnas Malaysia, Pengamat Nilai FIFA Harusnya Beri Sanksi Lebih Berat

KOMPAS.com - Sanksi tegas dijatuhkan FIFA kepada Federasi Sepak Bola Malaysia (FAM) dan tujuh pemain naturalisasi.
Komite Disiplin FIFA menyatakan FAM bersalah karena memalsukan dan memanipulasi dokumen agar para pemain dapat memperkuat Timnas Malaysia di Kualifikasi Piala Asia 2027, termasuk saat menghadapi Vietnam pada 10 Juni 2025.
Federasi sepak bola Negeri Jiran itu dijatuhi denda 350.000 franc Swiss atau setara Rp 7,3 miliar.
Sementara tujuh pemain yang terlibat antara lain Gabriel Arrocha, Facundo Garces, Rodrigo Holgado, Imanol Machuca, Joao Figueiredo, Jon Irazabal, dan Hector Hevel masing-masing didenda 2.000 franc Swiss (Rp 42 juta) dan dijatuhi larangan bermain selama 12 bulan.
Kasus kelayakan mereka untuk membela Timnas Malaysia kini dilimpahkan ke Tribunal Sepak Bola FIFA untuk peninjauan lebih lanjut.
Meski hukuman sudah dijatuhkan, pengamat sepak bola nasional, Kesit B Handoyo, menilai sanksi itu belum cukup memberikan efek jera.
“Saya kira memang sudah sepantasnya sanksi itu diberikan sebagai kesalahan yang dilakukan Malaysia dalam proses naturalisasi pemain timnas Malaysia yang sempat bermain di kualifikasi Piala Asia ketika menghadapi Vietnam,” ujar pria yang biasa disapa Kesit itu kepada Kompas.com.
Menurutnya, denda semata tidak akan membuat federasi lain berpikir dua kali untuk mengulang kesalahan serupa.
“Namun kalau yang saya amati apa yang dijatuhkan FIFA belum begitu keras sanksi yang diberikan. Karena hanya berupa denda yang nilainya sekitar 7,5 M lebih kurang kalau sebuah federasi melakukan pelanggaran yang begitu berat apalagi terkait dengan naturalisasi pemainnya yang boleh jadi tidak bersinggungan langsung dengan kewarganegaraan dengan Malaysia dari kakek atau nenek, ayah atau ibunya itu kan perlu penelusuran yang dalam sesuai dengan peraturan yang dibuat FIFA,” tegasnya.
Kesit menekankan bahwa naturalisasi yang tidak sah merusak nilai sportivitas olahraga.
“Saya kira sanksinya jangan berupa denda, tapi harus lebih keras lagi, misalnya di-banned tidak boleh mengikuti kegiatan-kegiatan di bawah FIFA selama satu tahun atau tidak diperkenankan mengikuti Kualifikasi Piala Asia berikutnya. Agar mendapatkan efek jera yang dijatuhkan oleh FIFA,” kata Kesit B Handoyo.
Ia juga menilai langkah tegas akan menjadi pelajaran bagi negara lain agar tidak menghalalkan segala cara demi meraih prestasi yang menyalahi prosedur.
"Saya pikir ini pelanggaran dari sportivitas. Kan sebenarnya lebih bagus tidak lolos atau kalah terhormat daripada menang tapi meraihnya dengan cara-cara tidak fair play,” imbuhnya.
Kesit pun mengingatkan Indonesia agar berhati-hati dan tetap mematuhi regulasi FIFA dalam proses naturalisasi.
“Ini juga menjadi perhatian khusus untuk Indonesia yang demam melakukan naturalisasi pemain terutama saat menghadapi Kualifikasi Piala Dunia 2026 ini yang sebentar lagi memainkan putaran keempat," ujar jurnalis olahraga senior tersebut.
"Tapi kan Indonesia pemain-pemain yang dinaturalisasi pure pemain yang memiliki darah Indonesia, silsilahnya jelas daripada pemain Malaysia yang notabene merupakan pemain-pemain Amerika Latin,” sambungnya.
Ia menyebut sejumlah contoh pemain Indonesia yang prosesnya sah dan sesuai regulasi. Bahwa darah Indonesianya mengalir entah dari kakek, nenek, ayah atau ibu sehingga bisa dinaturalisasi.
"Ya seperti Maarten Paes dulu, neneknya lahir di Indonesia dan menurut persyaratan FIFA itu masih boleh. Tapi kalau pemain lainnya seperti Emil Audero jelas orang Lombok atau misalnya Calvin Verdonk, Justin Hubner, Ivar Jenner, Jordi Amat, Ole Romeny, Miliano Jonathans, Joey Pelupessy itu silsilahnya jelas dari Indonesia," kata Kesit B Handoyo.
Kini, skandal naturalisasi Malaysia ini menjadi peringatan keras bagi dunia sepak bola Asia Tenggara.
Hukuman yang lebih berat dinilai perlu untuk menjaga integritas kompetisi dan menegakkan sportivitas di level internasional.
"Untuk itu Indonesia jangan sampai melakukan kesalahan dalam naturalisasi,” pungkasnya.