Hong Kong Open 2025 - Langkah Pertama yang Prematur dari Revolusi Ganda Putri Indonesia - Semua Halaman - Bolasport
Bulu Tangkis Indonesia,
Hong Kong Open 2025 - Langkah Pertama yang Prematur dari Revolusi Ganda Putri Indonesia - Semua Halaman - Bolasport.com
Hong Kong Open 2025 - Langkah Pertama yang Prematur dari Revolusi Ganda Putri Indonesia

BOLASPORT.COM - Semangat baru dibawa tim ganda putri Indonesia menuju Hong Kong Open 2025. Akan tetapi, langkah pertama ternyata jauh dari kata mulus.
Daftar wakil Indonesia di ganda putri paling mencuri perhatian saat Hong Kong Open 2025 digelar pada pekan ini di Hong Kong Coliseum, Kowloon, Hong Kong.
Pasalnya, dari 4 pasangan yang diturunkan, 3 pasangan adalah kombinasi baru dan 1 lainnya berstatus reuni.
Apriyani Rahayu/Siti Fadia Silva Ramadhanti kembali setelah terakhir kali bertanding pada Maret di All England lalu dipecah lagi.
Febriana Dwipuji Kusuma/Amallia Cahaya Pratiwi sebagai pasangan top 10 dunia juga tak luput dengan masing-masing tampil bareng partner yang lebih muda.
Pratiwi alias Tiwi tampil bareng Lanny Tria Mayasari, eks partner Apriyani. Lalu Febriana atau Ana diduetkan bersama Meilysa Trias Puspitasari.
Sementara pasangan lainnya adalah Rachel Allessya Rose dan Febi Setianingrum.
Perombakan ini dilakukan Karel Mainaky selaku kepala pelatih ganda putri Pelatnas untuk mengangkat prestasi menjadi lebih dari sekadar mempersulit pasangan top.
"Sejak datang bulan April, melihat dari beberapa pertandingan, saya mulai mempelajari per individu sepertinya akan lebih hidup bila ada tukar pasangan."
"Dengan pasangan baru ini, saya berpikir untuk masuk ke level elite dunia cukup besar kesempatannya," ucap Karel dalam keterangan resmi melalui PBSI.
Dalam setahun terakhir, ganda putri Indonesia hanya bisa berbicara di level Super 300 (dulu setara Grand Prix Gold) dan rentan kalah dari pasangan-pasangan top.
Apes, kecuali Rachel/Febi yang kalah dalam perang saudara, Apriyani/Fadia dkk. tumbang berjamaah pada babak 16 besar Hong Kong Open 2025, Kamis (11/9/2025).
Mereka takluk saat menghadapi lawan-lawan dengan profil besar, ujian yang diharapkan bisa dilewati pada masa-masa mendatang.
Apriyani/Fadia dikalahkan pasangan anyar Jepang, Arisa Igarashi/Chiharu Shida, dengan skor 16-21, 19-21.
Igarashi dan Shida sama-sama eks nomor satu dunia, juara All England, dan peraih medali Olimpiade meski atlet yang disebut pertama meraihnya di ganda campuran.
Kesulitan justru dialami Apriyani/Fadia dengan Igarashi atau yang sebelum melepas masa lajang dikenal dengan marga Higashino.
"Kami belum tahu pola mereka seperti apa, jadi masih meraba-raba," ucap Fadia setelah pertandingan.
"Cuman karena Arisa Igarashi mungkin lebih yakin di depan, ini kan bolanya kenceng jadi gabisa rally. Mereka lebih berani buat nyepetin."
Lanny/Tiwi juga tersingkir oleh wakil Jepang tetapi yang bukan rombakan, Rin Iwanaga/Kie Nakanishi, dengan skor 12-21, 14-21.
"Mereka menahan buat tidak bermain kencang karena kondisi lapangan berangin dan kami masih salah buangan jadi mereka dapat poin mudah dari kesalahan kami," tukas Tiwi.
Terakhir, Ana/Trias disetir oleh andalan Malaysia, Pearly Tan/Thinaah Muralitharan, yang sedang menguasai laga-laga final bareng Liu Sheng Shu/Tan Ning (China).
Ana/Trias kalah dengan skor 18-21, 17-21.
"Polanya sudah enak, tapi kami ada salah buang dan pada saat lawan nyepetin permainan, kita terbawa tempo lawan," ucap Ana.
"Mereka cukup solid dan konsisten, jadi memang polanya mereka ada pada saat nyepetin bola dan saat kami salah buang bola mereka sigap."
Tentunya, membuat penilaian ketika baru mencoba bukan hal yang bijak.
Penyesuaian pola permainan hingga rotasi masih menjadi kendala, masalah klasik untuk pasangan anyar. Seiring bertambahnya jam terbang, keselarasan diharapkan.
Selain itu ada tekad untuk berkembang pula bagi duet seperti Apri/Fadia yang pernah eksis dengan deretan gelar sebelum diterpa badai cedera.
"Pastinya kami berusaha mengembalikan pola permainan kami, pastinya ada pola baru," tutur Fadia lagi.
"Akan tetapi, kelebihan yang dulu kami punya harus kami asah lagi. Kami ingin lebih baik lagi ke depannya."
Eksperimen dengan mengutak-atik pasangan menjadi langkah yang diambil PBSI untuk memutus kebuntuan dalam prestasi.
Harapannya, pasangan-pasangan terbaik beserta puncak performanya bisa diraih saat Olimpiade Los Angeles berlangsung tiga tahun lalu.