Sepak bola Indonesia,
Eks Bos AFF Justru Khawatir Masa Depan Timnas Indonesia, Padahal Peringkat FIFA Naik Terus, Ada Apa?

Mantan Wakil Presiden AFF Duong Vu Lam mengaku khawatir dengan nasib Timnas Indonesia dan Malaysia di masa yang akan datang. Mengapa demikian? Padahal peringkat FIFA
Jakarta, tvOnenews.com – Mantan Wakil Presiden AFF Duong Vu Lam mengaku khawatir dengan nasib Timnas Indonesia dan Malaysia di masa yang akan datang. Mengapa demikian? Padahal peringkat FIFA skuad Garuda sedang naik.
Dalam kurun waktu enam bulan sejak resmi ditangani oleh Patrick Kluivert, Timnas Indonesia mencatatkan lonjakan signifikan di ranking FIFA.
Per 9 Juli 2025, skuad Garuda berhasil meroket 13 peringkat, dari posisi 131 ke 118 dunia, sebuah capaian tertinggi dalam hampir dua dekade terakhir.
- X @timnasindonesia
Capaian ini bukan hanya menggembirakan, tetapi juga historis. Terakhir kali Indonesia menyentuh posisi mendekati itu adalah pada 17 Mei 2006, ketika sempat menempati peringkat 110 dunia, sebelum anjlok dan terpuruk hingga ke posisi 180-an pada akhir 2020.
Rupanya Duong Vu Lam menyampaikan kekhawatirannya terhadap masa depan kedua negara, terutama jika figur kunci seperti Erick Thohir dan Tunku Ismail tak lagi memimpin federasi masing-masing.
Dalam wawancara yang dikutip New Straits Times, Duong menyoroti bahwa meski saat ini Indonesia dan Malaysia menunjukkan peningkatan performa berkat suntikan pemain keturunan dan asing.
Langkah ini dianggap bisa menjadi bumerang dalam jangka panjang jika tak diimbangi dengan pembinaan akar rumput yang solid.
“Suatu hari nanti, Erick Thohir dan Tunku Ismail tidak akan lagi memimpin sepak bola di Indonesia dan Malaysia. Apa yang akan terjadi dengan tim nasional mereka?” ujar Duong.
Menurut Duong, proyek naturalisasi yang agresif bukan solusi berkelanjutan untuk membangun tim nasional yang kuat.
Ia mengingatkan bahwa pemain naturalisasi datang karena adanya daya tarik baik dari sisi keuangan maupun visi federasi. Jika para pemimpin kuat ini hengkang, bisa jadi proyek ambisius tersebut akan berhenti.
“Pemain naturalisasi tidak akan datang lagi karena tidak ada yang akan membayar mereka. Dan pemain lokal tidak memiliki penerus yang bagus. Seperti apa masa depan sepak bola mereka?” tegas Duong.

Pernyataan ini dilontarkan dalam konteks meningkatnya jumlah pemain diaspora yang memperkuat Timnas Indonesia dari kelompok umur hingga tim senior.
Begitu pula dengan Malaysia, yang kini mulai meniru strategi serupa di bawah pengaruh Tunku Ismail, pemilik klub Johor Darul Ta'zim (JDT) dan figur kunci dalam naturalisasi pemain di Negeri Jiran.
Duong Vu Lam yang juga pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Umum VFF (Federasi Sepak Bola Vietnam), menilai bahwa pembangunan fondasi sepak bola nasional adalah kunci.
Ia membandingkan dengan pendekatan Vietnam yang selama ini fokus mengembangkan pemain lokal lewat kompetisi usia muda dan investasi jangka panjang di akademi.
“Presiden PSSI adalah seorang miliarder, mantan presiden Inter Milan. Sementara Tunku Ismail adalah seorang pangeran dan pernah bernegosiasi untuk membeli Valencia,” ujar Duong.
“Keduanya punya kekayaan dan koneksi yang luar biasa, tapi tidak bisa selamanya mengandalkan kekuatan finansial.”
Komentar Duong Vu Lam menjadi peringatan penting bagi Indonesia dan Malaysia agar tidak terlalu terlena dengan hasil instan.
Meski naturalisasi terbukti meningkatkan daya saing di level Asia, keberlanjutan dan kemandirian sistem sepak bola nasional tetap menjadi pekerjaan rumah utama.