Kisah Pencipta Lagu Tanah Airku, Diangkat Anak oleh Seorang Indo-Belanda & Jadi Guru
-
"Tanah Airku, tidak kulupakan. Kan terkenang, selama hidupku..."
Begitulah sepenggal lagu Tanah Airku. Lagu ini menggema di Gelora Bung Karno selepas Tim Nasional (Timnas) sepak bola Indonesia menang 2-0 melawan Arab Saudi dalam Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia, pada Selasa malam (19/11/2024).
Lagu Tanah Airku menjadi luapan emosional lantaran Skuad Garuda, julukan Timnas Indonesia, mencatatkan rekor baru. Indonesia berhasil menjadi negara di Asia Tenggara pertama yang meraih poin 6 pada Ronde 3 Kualifikasi Piala Dunia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya Thailand hanya sanggup mendapatkan 2 poin dari 10 laga pada 2018 dan Vietnam hanya mendapatkan 4 poin dari 10 laga pada 2022. Indonesia bisa terus mencatatkan rekor mengingat masih menyisakan 4 laga.
Pada momen ini juga, lagu Tanah Airku turut menjadi saksi sejarah kemenangan pertama Indonesia dalam gelaran Kualifikasi Piala Dunia.
Lantas siapa sosok di balik lagu Tanah Airku ini? Berikut rangkuman sejarahnya.
Darah Bugis, Kelahiran Sukabumi, dan Diangkat Anak oleh Seorang Indo-Belanda
Pencipta lagu Tanah Airku adalah Ibu Sud atau yang memiliki nama asli Saridjah Niung. Ibu Sud lahir di Sukabumi, Jawa Barat pada 26 Maret 1908. Dia memiliki darah Bugis dari orang tuanya bernama H Muhammad Niung dan Saini.
Orang tuanya dikenal sebagai pengusaha yang memberi mata pencaharian bagi orang-orang sebangsanya. Keduanya bisa bergaul dengan bangsa asing dan pada akhirnya, ayah Saridjah kenal dengan seorang jaksa tinggi di Jakarta yakni Dr JF Kramer.
Kramer adalah seorang Indo-Belanda dengan ibu keturunan Jawa ningrat. Pada masa itu, ia merupakan pensiunan Wakil Ketua Hooggerechtshof (Kejaksaan Tinggi) di Jakarta.
Hubungan baik Kramer dengan H Muhammad Niung turut membuatnya dekat juga dengan Saridjah. Akhirnya, ia mengangkat Saridjah sebagai anak agar bisa mendapatkan pendidikan yang tinggi, demikian menurut keterangan yang dikutip dari laman Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dari ayah angkatnya inilah di kemudian hari Saridjah mulai banyak belajar musik. Ia bisa mahir dalam seni suara dan seni musik.
Sekolah Musik di HKS hingga Menjadi Guru di HIS
Setelah belajar musik dari ayah angkatnya, Saridjah memperdalam ilmu seninya dengan menempuh studi di Hoogere Kweekschool (HKS) di Bandung. Setelah tamat, ia mengajar sebagai guru di Hollandsch-Inlandsche School (HIS).
Dengan dukungan dan bantuan ayah angkatnya, Saridjah kemudian ditempatkan di HIS Jaga Monyet dan setelah itu pindah menjadi guru di HIS Kartini, yang murid-muridnya perempuan.
Dari sinilah Saridjah mulai mengarang lagu. Mulanya, ia memiliki kegelisahan saat menjadi guru lantaran lagu tentang Tanah Air untuk anak-anak belum ada.
Hal ini yang membuat Saridjah bertekad menciptakan lagu-lagu tentang Tanah Air (Indonesia) karena dia melihat murid-muridnya selalu menyanyikan lagu-lagu Belanda, sebagaimana dikutip dari buku Kumpulan Lagu Nasional (2007) karya Gunawan Ismail.
Pada akhirnya, tekad kuat ini membawa Saridjah benar-benar menciptakan lagu tentang Tanah Air. Pada 1927, lagu "Tanah Airku" berhasil diciptakan dengan inspirasi dari pahlawan yang menimba ilmu di luar negeri.
Tak hanya satu atau dua lagu, Saridjah terus menghasilkan karya hingga lebih dari 400 lagu. Beberapa lagunya yang populer adalah Berkibarlah Benderaku, Bendera Merah Putih, Desaku, Kupu-kupu yang Lucu, Naik Delman, Naik-naik ke Puncak Gunung, hingga Nenek Moyangku.
Munculnya Nama "Ibu Sud" dan Kariernya Selain sebagai Pemusik
Semasa menjadi guru, Sardjinah menikah dengan seorang bangsawan Jawa bernama Bintang Sudibyo. Keduanya menikah di Semarang pada November 1925.
Setelah menjadi istri Sudibyo, nama panggilan "Ibu Sud" kemudian muncul sebagai penggalan dari nama suaminya. Meski sudah berkeluarga, Ibu Sud tetap berkarya dan bisa membagi waktu.
Tak hanya menulis lagu, Ibu Sud turut aktif sebagai anggota organisasi Indonesia Muda tahun 1926. Aktivitasnya tidak hanya menonjol sebagai guru dan aktivis organisasi pemuda, tetapi juga berperan sebagai pengasuh siaran anak-anak (1927-1962), sebagaimana dikutip dari detikNews.
Selain itu, Ibu Sud yang dikenal mahir memainkan biola juga ikut mengiringi lagu Indonesia Raya bersama WR Supratman, pada tanggal 28 Oktober 1928. Lagu tersebut pertama kali dikumandangkan dalam acara Sumpah Pemuda di Gedung Pemuda.
Pada 1945, ia juga terlibat dalam pergerakan nasional. Rumahnya di Jalan Maluku No. 36 Jakarta, pernah menjadi sasaran aksi penggeledahan oleh pasukan Belanda. Namun saat pengepungan oleh pasukan Belanda, tetangga Ibu Sud yang seorang Belanda, meyakinkan mereka bahwa profesi Ibu Sud hanyalah pencipta lagu, dan suaminya hanyalah pedagang.
Bertahun-tahun setelah masa kemerdekaan, ia masih aktif berkarya. Ibu Sud menulis beberapa naskah sandiwara dan mementaskan seperti Operette Balet Kanak-kanak Sumi, di Gedung Kesenian Jakarta, pada 1955.
Dia bekerja sama dengan Nani Loebis Gondosapoetro sebagai penata tari dan RAJ Soedjasmin sebagai penata musiknya.
Kini, Ibu Sud telah dikenal sebagai tokoh seni dan komponis penting bagi sejarah Indonesia. Terlebih lagu-lagunya ada yang menjadi Lagu Nasional Indonesia.
(faz/nwk)
Komentar