Liga Champions 2023-2024: Potret Mesin Uang UEFA dan Komersialisasi Kompetisi Papan Atas Eropa - Sindo news
Table of Content
Liga Champions 2023-2024: Potret Mesin Uang UEFA dan Komersialisasi Kompetisi Papan Atas Eropa - Bagian All

TAK lama lagi para pecinta sepak bola bakal menjadi saksi ditahbiskannya raja baru level klub di Benua Biru. Raksasa Spanyol Real Madrid akan meladeni tantangan wakil Jerman, Borussia Dortmund pada final Liga Champions di Wembley, Inggris, Minggu (2/6/2024) mulai pukul 02.00 WIB.
Selain memanggungkan dua tim terbaik di kompetisi kelas satu Eropa, Liga Champions semakin menjelma sebagai mesin uang UEFA, klub sepak bola serta ajang sponsor dan pemilik hak siar untuk unjuk gigi.
Kompetisi Liga Champions bukan hanya soal adu strategi, taktik serta gengsi di lapangan hijau. Namun juga menjadi arena perputaran uang bagi si pemilik hajat yakni Badan Sepak Bola Eropa (UEFA). Dan, bagi klub yang berpartisipasi, semakin jauh langkah mereka di kompetisi ini makin banyak cuan yang bisa diraup.
Dikutip dari laman uefa.com, hadiah uang di kompetisi 2023-2024 melonjak signifikan. Tentu saja ini menjadi gambaran kesuksesan di sisi komersial. UEFA menyebutkan total hadiah di musim ini mencapai Rp35,8 triliun atau 2,03 miliar euro.
Di fase grup, 32 klub yang berpartisipasi sudah mendapat jatah 15,6 juta euro. Tak hanya itu, jika menang atau bermain imbang, ada lagi tambahan bonus. Rekening tim yang berhasil melaju ke babak gugur tentu saja tambah gemuk.
Di babak perempat final mereka mendapat tambahan 10,6 juta euro. Empat klub yang lolos ke semifinal musim ini, yakni Real Madrid, Borussia Dortmund, Bayern Munchen dan Paris Saint-Germain (PSG), masing-masing mengantongi 12,5 juta euro.
Bagi runner-up, 15,5 juta euro bisa menjadi pelipur lara kesedihan kandas di partai pamungkas. Sementara tim juara berhak atas hadiah uang sebesar 20 juta euro.
Mari kita bandingkan dengan musim lalu. Manchester City berhasil mengeruk 80 juta euro sepanjang kompetisi Liga Champions.
Dengan royalnya UEFA mengguyur klub partisipan Liga Champions, dari mana saja asal muasal revenue badan yang dipimpin Aleksander Ceferin tersebut.
Pertama tentu saja dari hak siar. Ini merupakan sumber dana utama UEFA. Broadcaster raksasa dari berbagai belahan dunia berlomba-lomba menyajikan aktor lapangan hijau di layar kaca.
Nominal hak siar sangat menggiurkan bagi UEFA dan juga klub yang bertanding di kompetisi ini. Dalam tulisannya, Champions League: The Economics Behind the European Cup, David Skilling mencatat pada siklus 2021-2024 UEFA membungkus kerja sama mencapai 2,3 miliar euro.
Selain guyuran dana dari hak siar serta hadiah uang, revenue klub partisipan juga datang dari sponsor dan iklan. Setali tiga uang, bagi pengiklan, Liga Champions merupakan panggung sempurna untuk meningkatkan brand awareness mereka.

Klub seperti Real Madrid, Barcelona, Manchester City, Bayern Munchen, atau PSG tampil mati-matian di Liga Champions, bukan sekadar ingin memeluk trofi tapi juga atas instruksi manajemen, lantaran jika tampil maksimal, brand-brand papan atas dunia, bakal dengan jor-joran mengucurkan dana sponsorship.
Sebagai contoh, PepsiCo yang sudah bekerja sama sejak 2025, terus memperbaharui partnership dengan UEFA. Terkini, perusahaan Amerika Serikat (AS) tersebut sudah mengikat deal dengan UEFA untuk periode 2024-2027.
Kerja sama ini menampilkan Pepsi sebagai sponsor utama termasuk untuk sejumlah event prestisius Liga Champions, di antaranya Kick-Off Show jelang laga final, yang menampilkan penyanyi papan atas dunia.
Lalu ada pula Heineken. Perusahaan pembuat minuman beralkohol ini sudah sangat setia pada UEFA. Keduanya bergandengan tangan sejak 1994, dan baru saja memperbaharui kerja sama hingga 2027.
Brand lama lainnya adalah Mastercard. Sama seperti Heineken, Mastercard juga sudah bersama UEFA sejak 1994. Brand mereka terpampang nyata di sejumlah kegiatan Liga Champions seperti program Player Mascot serta keegiatan keakraban dengan penggemar. Tak hanya Liga Champions, Mastercard juga mensponsori UEFA Super Cup.
Perusahaan ekspedisi, FedEx juga menjadi partner UEFA di Liga Champions. FedEx dan UEFA semakin harmonis dengan memperluas kerja sama hingga kompetisi UEFA Youth League, UEFA Futsal Champions League, serta UEFA eChampions League.
Ada juga Just Eat Takeaway.com, yang bergabung ke barusan sponsor Liga Champions mulai musim 2019. Kerja sama tidak hanya untuk Liga Champions saja, namun nyaris semua kompetisi yang digawangi UEFA.
Untuk urusan travel, UEFA mengikat deal dengan Expedia Group sejak 2018. Kerja sama ini juga termasuk eksposur untuk anak usaha Expedia Group yakni Expedia and Hotels.com.
Produsen smartphone China, Oppo mulai membina hubungan bisnis dengan UEFA pada 2022. Langkah Oppo ini cukup bersejarah karena merupakan kerja sama pertama perusahaan China dengan UEFA. Deal keduanya, termasuk branding di stadion serta kegiatan yang melibatkan fans dengan menggunakan produk Oppo.
Lalu, ada Turkish Airlines, yang mengawali kerja sama pada 2022, dengan fokus pada final Liga Champions tahun 2023 yang digelar di Istanbul.
Tak berhenti pada kerja sama dengan sponsor dan broadcaster, UEFA juga mulai melirik deal-deal lain yang bisa mendatangkan cuan. Nama besar Liga Champions, membuat sejumlah kota dan brand besar ingin menghadirkan final Liga Champions di luar Eropa.
Tahun lalu Aleksander Ceferin mengungkapkan pihaknya membuka diri untuk menggelar final Liga Champions di AS.
Dalam wawancara yang dikutip oleh Reuters, Ceferin mengatakan pimpinan UEFA tengah ‘berbicara’dengan partner broadcast di AS.
Presiden CBS Sports David Berson menyambut gembira peluang ini.
“Saya tidak akan terkejut bila dalam 6 tahun ini akan terjadi,” ungkapnya.
“Kami akan menyambut, dan UEFA juga.”
Copyright ©2024 iNews.id. All Rights Reserved