Ironi MotoGP Mandalika, Penonton Penuh, tapi BUMN Pengelolanya Merugi Halaman all - Kompas.com
KOMPAS.com - Pepatah besar pasak daripada tiang tampaknya layak disematkan pada sejumlah penyelenggaraan ajang balap dunia di Sirkuit Mandalika, Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Bukannya meraup untung, BUMN yang mengelola Sirkuit Mandalika justru mengalami kerugian akibat penyelenggaraan balap motor. Nilai kerugiannya pun fantastis.
Sebagai informasi saja, pengembang kawasan Mandalika yaitu PT Pengembangan Pariwisata Indonesia atau Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC), perusahaan ini merupakan anggota holding BUMN PT Aviasi Pariwisata Indonesia (Persero) atau InJourney.
Direktur Utama InJourney Dony Oskaria membeberkan untuk penyelenggaraan MotoGP, ITDC harus menanggung kerugian sekitar Rp 50 miliar. Padahal, MotoGP adalah balap motor paling populer sejagat.
Saat gelaran MotoGP 2022 saja, Sirkuit Mandalika penuh sesak oleh penonton. Namun penjualan tiket, tetap tidak menutup tidak bisa menutup pengeluaran acara yang lebih besar.
"MotoGP itu sudah kita hitung dan kita punya gap sekitar Rp 50 miliar," kata Dony saat rapat bersama Komisi VI DPR RI, yang disiarkan dari kanal Youtube Komisi VI DPR RI, dikutip pada Jumat (16/6/2023).
Selain biaya operasional penyelenggaraan berbagai ajang balapan, ITDC juga harus menanggung beban berat yang harus terus dikeluarkan.
Baik itu biaya yang keluar saat ada maupun tanpa balapan, dari mulai biaya pemeliharaan, beban bunga utang, hingga penyusutan aset.
Selain pemasukan dari tiket penonton, penyelenggaraan acara balapan sebesar MotoGP bisa didapatkan ITDC dari kerja sama sponsor. Namun lagi-lagi, pendapatan ini juga belum mampu menutup biaya operasional.
Menurut Dony, khusus untuk MotoGP, meskipun mengalami kerugian, ITDC tetap akan mempertahankan balapan tersebut. BUMN ini tetap berupaya menjalin kontrak dengan Dorna, perusahaan asal Spanyol yang jadi pemegang lisensi MotoGP.
Ini karena perusahaan masih melihat peluang untuk meningkatkan jumlah kerja sama sponsor MotoGP Mandalika di tahun-tahun mendatang.
"Ini yang sedang kita carikan cara bagaimana kita mendapatkan tambahan sponsorship untuk menutupi gap ini, sehingga kita bisa melokalisir problemnya di Mandalika ini," beber Dony.
Agar perusahaan tidak menanggung semakin besar, ITDC sudah bulat mengambil keputusan untuk meniadakan balapan motor World Superbike (WSBK). Taksiran sementara, perseroan harus menanggung rugi sebesar Rp 100 miliar dari WSBK.
Dibanding MotoGP, WSBK dinilai lebih sepi peminat, baik penonton penggemar maupun mitra sponsornya.
"WSBK ini menunjukkan kerugian, sehingga apa yang kami lakukan adalah kami akan bernegosiasi untuk menghilangkan WSBK ini," kata Dony.
"Nanti WSBK ini akan turun, akan kita hilangkan, sehingga tidak muncul biaya di dalam penyelenggaraan WSBK yang itu sebetulnya event-nya tidak menarik secara sponsorship," papar Dony lagi.
Minta dana APBN
Dony juga mengatakan ITDC saat ini menanggung utang menggunung. Ia mengatakan akibat langsung dari penugasan pemerintah untuk pengembangan kawasan Mandalika, ITDC kini harus menanggung utang sebesar Rp 4,6 triliun.
Rinciannya, utang jangka pandek (short term liabilities) sebesar Rp 1,2 triliun dan utang jangka panjang (long term liabilities) Rp 3,4 triliun.
Dony bilang, dari hitungan-hitungan paling realistis dari aset lancar yang dimiliki, ITDC saat ini bisa dikatakan tak mampu membayar utang jangka pendek yang akan segera jatuh tempo.
Ibarat subsidi silang, arus kas ITDC yang tekor di Mandalika sebenarnya bisa sedikit ditopang dari pemasukan pengelolaan kawasan Nusa Dua di Bali.
Namun demikian, seluruh sumber pendapatan perseroan saat sekarang dinilai kurang mencukupi untuk bisa membayar utang jangka pendek ke sejumlah perbankan.
"Dengan sumber implement capacity hanya dari Nusa Dua. Terus terang saya tidak bisa menyelesaikan yang short term liabilities ini, di mana isi di dalamnya adalah pembangunan Grand Stand, VIP village, sama kebutuhan modal kerja waktu penyelenggaraan event, yaitu Rp 1,2 triliun," beber Dony.
Atas dasar fakta-fakta di atas, Dony mewakili InJouney meminta pemerintah dan DPR mengucurkan duit APBN melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) agar kelangsungan bisnis ITDC tetap terjaga.
Total PMN yang diminta InJourney adalah sebesar Rp 1,2 triliun. Jika disetujui, uang dari pajak rakyat tersebut akan dipakai untuk pembayaran utang dan pembangunan beberapa fasilitas tambahan di Mandalika.
"Di antaranya untuk bayar pembangunan Grand Stand, VIP Vilage dan kebutuhan modal kerja penyelenggaraan event," kata Dony.
Sementara untuk penyelesaian utang jangka panjang yang jatuh temponya lebih lama, perusahaan juga terus berupaya menggenjot pendapatan dari lini bisnis lainnya dan memaksimalkan potensi pemasukan dari Mandalika.
Komentar