Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Featured Pilihan Sepak Bola

    Penerapan AAR dan Integritas Wasit - Koran Bekasi

    4 min read

     

    Penerapan AAR dan Integritas Wasit

    By zulkarnain alregar
    koranbekasi.id
    4 min

    SAAT memimpin pertandingan leg kedua semifinal Liga Champons 2020/2021 pada 4 Mei 2021 di Stadion Etihad antara Manchester City vs Paris Saint Germain, tiga pemain PSG (Marco Verrati, Leandro Paredes dan Ander Herrera) menuding wasit asal Belanda Bjorn Kuipers mengeluarkan kata-kata kotor (jorok) yang tidak pantas kepada mereka.

    Media massa setempat kemudian berspekulasi bahwa karier wasit FIFA (sejak 2006) ini akan tamat. Namun spekulasi itu ternyata salah. Dua bulan kemudian Uni Sepakbola Eropa (UEFA) memberikan kepercayaan kepada Kuipers memimpin final Euro 2021 antara Inggris vs Italia pada 11 Juli di Stadion Wembley London.

    Selama kariernya sejak 2002 dan memimpin berbagai pertandingan mulai dari Piala Dunia, Piala Eropa (Euro), Liga Champions sampai Liga Utama Belanda (Eredivisie), Kuipers dikenal tegas, bersih dan memiliki integritas tinggi. Kuipers adalah seorang jutawan Belanda dengan kekayaan 16 juta dolar AS (sekitar Rp228,8 miliar) pada 2016 dari jaringan super market dan barbershop miliknya yang tersebar di Belanda dan Belgia. Mungkin juga banyak yang belum tahu bahwa Kuipers adalah salah seorang wasit Federasi Sepakbola Belanda (KNVB) yang ikut menelorkan ide awal penerapan Video Assistant Referee (VAR) atau video asisten wasit pada 2010. KNVB adalah federasi pertama yang mengusulkan penggunaan teknologi VAR dan mengujicobanya di kompetisi Eredivisie sejak 2012.

    Badan Pengatur Hukum Permainan Sepakbola (Laws of the Game) FIFA, IFAB (International Football Association Board) yang tadinya berusaha terus mempertahankan aturan permainan konvensional untuk menjaga kemurnian tradisi sepakbola sejak 1863, menyetujui penerapan VAR tahun 2016. Meskipun hingga saat ini masih sedikit negara yang bisa menerapkanya karena biaya teknologi dan operasionalisasinya masih terhitung mahal sekitar 12.237 dolar AS perpertandingan (sekitar Rp175 juta). Biaya peralatannya saja satu set mencapai 6 juta dolar AS (sekitar Rp85 miliar). VAR memang sudah diterapkan dikompetisi Eropa dan beberapa tempat lain sejak digunakan secara resmi di Piala Konfederasi 2017 dan Piala Dunia 2018.

    Hasil kajian IFAB, melalui resolusi kamera slow motion atau ultra slow motion, VAR bisa mereduksi tingkat kesalahan pengambilan keputusan oleh wasit sebanyak 10%. Dari sebelumnya rata-rata hingga 15% menjadi 5%. Lalu bagaimana dengan Additional Assistant Referee (AAR) atau asisten wasit tambahan. AAR adalah asisten wasit kelima dan keenam yang bertugas khusus di belakang garis gawang. Sejak 1991 FIFA secara resmi menggunakan tiga asisten wasit. Dua hakim garis dan satu wasit cadangan. Meskipun sebetulnya formasi itu sudah diusulkan wasit Inggris, Ken Aston, dan diujicoba di sana sejak 1966.

    Banyak negara yang memilih menggunakan AAR (sambil menunggu kemampuan penggunaan VAR). Penerapan AAR adalah bagian integral dari upaya menegakkan hukum dalam  permainan sepakbola sesuai pasal 6 Laws of the Games. IFAB menyetujui penggunaan AAR mulai 2012 karena sudah diujicoba di kompetisi Eropa sejak 2009. AAR yang segera diterapkan dikompetisi Liga Indonesia (Liga 1, 2 dan 3) adalah langkah maju sebagai derap inisiatif.

    Bagi Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan atau Iwan Bule penerapan AAR adalah wujud ikhtiar tanpa henti untuk proses keberlanjutan peningkatan kualitas maupun level kompetisi di tanah air. Kebijakan ini dilakukan PSSI juga untuk secara konsisten menjaga marwah sepakbola Indonesia. Khususnya meminimalkan potensi kekeliruan atau kesalahan wasit. Utamanya yang terkait dengan sudut pandang, jangkauan penglihatan wasit dan asisten wasit di area pinalti.

    Terkait keabsahan gol atau tidak. AAR akan sangat membantu wasit utama melihatnya dengan cermat secara manual dari belakang garis gawang. Kebijakan PSSI menerapkan AAR merupakan jawaban konkrit atas kebutuhan kekinian. Agar inisiatif, pergerakan, sudut pandang maupun jangkauan penglihatan wasit benar-benar terbantu dan terlengkapi. Sebetulnya pada 2012 setelah ujicoba di Piala Dunia U17 Peru 2005 dan Piala Dunia Antarklub Jepang 2007, IFAB sudah menyetujui penerapan Goal Line Technology (GLT) atau Hawkeye (Mata Elang). Yaitu teknologi menentukan sahnya gol atau tidak, dengan menanamkan microchip pintar ke dalam bola.

    Saat terjadinya gol, microchip pintar ini akan mengirimkan sinyal virtual ke jam tangan khusus yang dikenakan wasit utama. Tapi pemanfaatan kemajuan teknologi dalam sepakbola bukan tanpa kendala. Termasuk kendala masih mahalnya teknologi semacam itu. Sepakbola memang adalah permainan yang terus berkembang sesuai kemajuan jaman. Tidak akan pernah berhenti di satu titik.

    Tahun lalu ketua Komite Pengembangan FIFA, Arsene Wenger, mengatakan pihaknya tengah memfinalisasi penggunaan teknologi Virtual Offside Line (VOL) yang bisa mulai dimanfaatkan tahun 2022. Namun satu hal yang pasti bahwa posisi wasit sebagai hakim tunggal di lapangan tidak akan pernah tergantikan. Sekaligus memastikan harapan bagaimana korps wasit melanjutkan posisi sentralnya dalam kemajuan sepakbola, secara terhormat dan bermartabat. Mengutip wasit lengendaris Indonesia asal Sukabumi, Kosasih Kartadireja (wasit FIFA pertama Indonesia sejak 1972): “wasit adalah pemimpin pertandingan yang harus berani mengambil keputusan tegas dan jujur dalam situasi sulit sekalipun. Agar keputusannya bisa benar, wasit harus selalu berusaha berada minimal 10 meter dari bola”.

    Wasit FIFA kawakan Indonesia yang sangat berpengalaman, Jafar Umar, sambil berguyon pernah mengatakan: “jika wasitnya memang nakal, dia bisa melakukan apa saja di lapangan.” Penting untuk kita pahami bersama secara jernih dan bijak bahwa semua peristiwa dalam sepakbola, termasuk yang terkait persoalan integritas ataupun kealpaan wasit, terjadi di seluruh belahan dunia. Mulai dari level Piala Dunia sampai pertandingan antarkampung (tarkam).

    (Agus Liwulanga, wartawan senior dan pengamat sepakbola).

    Komentar
    Additional JS