Kisah Penjaga Gawang Arema FC Adilson Maringa Hingga Menyukai Keramahan Masyarakat Indonesia dan Nasi Goreng
:extract_focal()/https%3A%2F%2Fassets.pikiran-rakyat.com%2Fcrop%2F0x0%3A0x0%2Fx%2Fphoto%2F2021%2F12%2F19%2F2718863897.jpeg)
PotensiBadung.com – Layaknya selebritis, kisah perjalanan karir seorang pemain sepak bola tak kalah menariknya untuk diperbincangkan.
Sudah menjadi rahasia umum, jika tidak hanya permainan para pemainnya saja yang diburu awak media untuk publikasi tapi juga perjalanan karirnya.
Kali ini, Potensi Badung akan menghadirkan kisah perjuangan penjaga gawang Arema FC Adilson Maringa hingga terampar di Negara kepualauan nun jauh di ujung timur Indonesia.
Pada sebuah wawancara dengan channel You Tube Tiento Indonesia, Maringa menceritakan perjalanan karirnya.
“Saya lahir di Maringa, Brazil, dan tinggal di Brazil, karena ayah saya dari Brazil,” cerita Maringa kepada Tiento Indonesia dalam bahasa Inggris.
Maringa menceritakan bahwa di Paraguay (negara asal sang ibu) ataupun Brazil, biasa melihat sebuah keluarga besar dengan anak 9-10 yang kesemuanya menyukai bola.
Maringa juga mengatakan bahwa dikedua Negara dimana ia dibesarkan, tidak ada olah raga lain yang disukai anak-anak di sana selain sepak bola.
Sepak bola sudah menjadi bagian dari hidup masyarakat dan sudah ada di hati masing-masing, oleh karenanya tak terlalu mengherankan jika ia memilih sepak bola sebagai profesinya.
Tapi dari semuanya, karir baik yang ia lakukan hingga bisa bergabung dengan Arema FC hari ini adalah dukungan besar dari ibunya.
Ditanya mengenai tanggapannya tentang Indonesia, ia mengatakan bahwa pengalaman yang didapatkan di sini sangatlah berbeda.
Ia menyukai cuaca dan makanan Indonesia juga keramahan masyarakatnya yang selalu terlihat bahagia dan banyak tersenyum walaupun kepada orang asing.
“Saya suka cuaca Indonesia, juga makanannya, saya suka nasi goreng haha. Saya juga suka masyarakatnya yang selalu tersenyum ramah,” katanya lagi.
Tapi dalam bidang sepak bola, Maringa mengatakan bahwa pendukung Indonesia sangatlah emosional, sedangkan dunia sepak bola tidak bisa dibawakan dengan emosi.
Walaupun disatu sisi emosi ini baik, tapi ia menegaskan bahwa permainan sepak bola adalah realita yang harus dilakukan dengan perhitungan.
Jika tidak, maka permainan tidak akan menjadi hal yang kompetitif karena tidak ada perhitungan untuk memenangkan pertandingan. ***
0 Komentar